'sampah' the tragedy

Tuesday, May 30, 2006

sudah saatnya.....!!!

Ade Suhanda, ”TPA Itu Sudah Saatnya Dipindah”
Sampah TPA Leuwigajah Dibiarkan Menggunung
BELUM juga rencana pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Leuwigajah yang berlokasi di Kec. Cimahi Selatan secara terpadu direalisasikan, bencana longsor datang mendahului. Seperti biasa, rencana tinggal rencana karena perencanaan acap kali didahului bencana yang sebetulnya sudah jauh-jauh hari diprediksi para ahli dan akademisi yang melakukan penelitian di sana, termasuk pengelolanya sendiri.
Konon, TPA Leuwigajah yang sudah digunakan sejak tahun 1987-an itu, umurnya tinggal lima tahun lagi. Karena sistem pengelolaan TPA yang saat ini luasnya mencapai 25,1 ha itu baru sebatas open dumping yaitu dibuang ke landasan kemudian didorong oleh alat berat hingga ke jurang.
Berdasarkan data di UPTD Kebersihan Kota Cimahi dan Kantor Pengaturan TPA Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung, ribuan sampah dari Kota Bandung, Kab. Bandung, dan Kota Cimahi setiap harinya dibuang ke tempat itu. Rata-rata, sampah dari Kota Bandung itu mencapai 2.700 m3/hari, Kab. Bandung sebanyak 700 m3/hari, dan Kota Cimahi sebanyak 400 m3/hari. Jika ditotal setiap harinya, setidaknya sampah yang dibuang ke TPA Leuwigajah mencapai 3.800 m3/hari. Jika dikalikan setahun atau 365 hari saja sudah 1.387.000 m3. Tentunya, bisa diestimasi berapa jumlah sampah yang dibuang selama kurang lebih 18 tahun itu.
Sementara itu, ribuan kubik sampah itu sama sekali tidak dikelola dengan baik. Sampah-sampah itu pun hanya dibuang ke jurang. Tak heran, jika muncul prediksi bahwa usia TPA hanya lima tahun lagi. Bagaimana tidak? Selama itu pula, pembuangan jutaan kubik sampah tidak diimbangi dengan pengelolaan yang maksimal. Akibatnya, polusi udara dan pencemaran lingkungan selalu dikeluhkan masyarakat di sekitarnya, baik itu warga RW 10 Kampung Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kec. Cimahi Selatan atau pun Kampung Cilimus Desa Batujajar Timur Kec. Batujajar, Kab. Bandung yang berbatasan langsung dengan lokasi sampah.
Baik Kepala UPTD Kebersihan Kota Cimahi Sutisna Sumantri, S.T. atau pun Kasubsi Pengaturan TPA PD Kebersihan Kota Bandung Riswanto, mengakui bahwa open dumping itu merupakan sistem yang paling buruk dilakukan. Namun, sistem ini sebagian besar diterapkan di TPA di Indonesia. Padahal, dengan sistem ini, aliran air licit atau air lindi yang berasal dari sampah bisa menimbulkan pencemaran bagi lingkungan di sekitarnya, termasuk bau dan lalat.
Selain itu, katanya, karena tidak dipadatkan dengan tanah, gunungan sampah pun menjadi rawan longsor. Akibatnya, jika secara terus-menerus diguyur hujan, gunungan itu rentan ambruk karena tidak ada tanah yang menahannya. Kekhawatiran itu pun akhirnya terbukti pada bencana longsor yang terjadi Senin, (21/ 2).
Setelah sebagian besar wilayah Kota Cimahi Kab. Bandung, dan Kab. Bandung terus diguyur hujan, longsor sampah terjadi di lokasi PD Kebersihan Kota Bandung. Diperkirakan, jutaan kubik sampah dari lokasi pembuangan terseret air sejauh 1 km. Diduga karena getaran longsor itu sangat kuat, jutaan kubik sampah pun akhirnya terseret dan menimbun puluhan rumah di Kampung Cilimus dan Kampung Pojok. Bencana yang sudah diprediksi jauh-jauh hari pun akhirnya terjadi.
Menurut keterangan sejumlah pihak, termasuk warga di sekitar TPA, mereka pernah diperingatkan oleh para peneliti dari IPB dan LIPI bahwa kondisi tanah di sekitar TPA begitu labil. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, warga di sekitar TPA, di antaranya Kampung Cilimus dan Kampung Pojok, hendaknya segera pindah dari tempat itu. Namun, karena tidak ada kepastian yang jelas tentang upaya relokasi, warga memutuskan untuk tetap bertahan. Toh, mereka menempati tempat tinggalnya yang sudah lebih dulu berdiri di sana dibandingkan TPA.
Lagi-lagi karena penanganannya tidak cepat dilakukan, musibah pun akhirnya datang mendahului. Padahal, kejadian yang sama sempat terjadi sebelumnya yaitu sekira Tahun 1991-an. Setidaknya 7 rumah hancur tertimbun longsor. Meskipun musibah itu tidak sebesar tahun ini, tapi setidaknya kejadian itu hendaknya jadi cermin bagi semua pihak sehingga kejadian yang sama tidak akan terulang.
**
PERISTIWA yang terjadi di Kampung Cilimus dan Kampung Pojok adalah yang buah dari tidak profesionalnya pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah. Bagaimana tidak, sampah yang ada dibiarkan menggunung tanpa ada perlakuan. Seharusnya, volume sampah diperkecil dengan cara dibakar menggunakan teknologi pembakaran
(incineration), didaur ulang, atau diuraikan dengan teknologi biomassa.
Menurut Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar Ade Suhanda Adnawijaya, sampah yang dibuang ke TPA Leuwigajah memang jumlahnya sangat banyak. Kalau dilihat kapasitasnya, TPA Leuwigajah masih memungkinkan untuk terus menerima buangan sampah. Namun, dilihat dari sisi pengelolaan lingkungan, ada kekeliruan karena sampah tersebut tidak dikelola dengan baik. "Kami melihat sampah di Leuwigajah terkesan dibiarkan," katanya.
Kalau memang tidak bisa dikelola dengan baik, Ade menyarankan agar dikerjasamakan kepada pihak swasta yang berpengalaman dalam menangani sampah. "Saya lebih setuju pengelolaan sampah ini diserahkan kepada pihak swasta yang berpengalaman, sehingga bisa dikelola dengan baik," katanya.
Menyinggung terjadinya korban di TPA Leuwigajah, menurut Ade, selain akibat pengelolaan sampah yang buruk, juga karena sikap warga sendiri yang bersikeras untuk tinggal di sana. Padahal, dalam studi yang dilakukan oleh konsultan Gretter Bandung Waste Management Coorporation (GBWMC), telah direkomendasikan agar penduduk yang ada di sekitar TPA Leuwigajah segera direlokasi ke tempat lain.
Pada bagian lain, Ade juga mengungkapkan adanya hasil studi yang dilakukan oleh Bandung Urban Development Projek (BUDP) agar TPA Leuwigajah direlokasi. Salah satu daerah yang direkomendasikannya adalah Kab. Sumedang dan ke Rawa Mekar Kab. Bandung. "Kalau melihat rekomendasi BUDP, memang sudah seharusnya dipindah karena di lokasi yang ditunjuk tadi lebih aman dan lebih luas," katanya.
Kita memang menjadi bangsa yang yang selalu terlambat bertindak. Belum juga bicara bagaimana penanganan TPA Leuwigajah lebih lanjut, pemerintah setempat kini dihadapkan dengan persoalan bagaimanakah mengatasi korban longsor yang ada. Akan dibagaimanakan jutaan kubik sampah yang telah menjadi hamparan dan menutupi rumah-rumah warga itu? Jika dipindahkan, ke mana? Beragam pertanyaan muncul di benak kita untuk menangani sampah ini.
Lantas, langkah seperti apa yang akan ditempuh tiga pemerintah yaitu Pemkot Cimahi, Pemkab Bandung, dan Kota Bandung yang difasilitasi Pemprov Jabar? Kita lihat saja nanti. Jika tidak cepat, bukan tidak mungkin akan terjadi bencana susulan. Apa harus menunggu lagi? (Eri Mulyani/Yedi Mulyadi/"PR" -doc PR senin 22feb2005

0 Comments:

Post a Comment

<< Home